SOBATKU MALANG
Pagi hari aku udah kena omel sama si mami. Bangun kesiangan. Tergopoh-gopoh aku bangun untuk salat subuh. Dengan mata yang masih 5 watt, kupaksakan mengayunkan kaki ini ke tempat wudhu lalu salat setengah sadar.
Tak lama terdengar daddy yang ng0mel karena aku tertidur disajadah. Mama ga mau kalah sama si daddy, ngomel kembali karena aku tertidur dan meninggal sebuah bekas basah diatas sajadah.
"Ramooon, ini sajadah baru jadi bau iler..!" si Mami teriak sambil memperlihatkan sajadah dengan bekas liur berbentuk abstrak. Aku segera lari mengambil handuk kemudian mandi ala koboi alias asal basah sebab jam kulihat menunjukan jam setengah 7. Setelah sarapan yang sekedarnya agar tak terkena damprat si Mami, aku ngeloyor pergi ke sekolah. Untung sobatku si lugu nan kobe (kokolot begog), Herdi, baru berangkat sehingga aku mendapat teman berangkat ke sekolah.
Ini adalah tahun keempat di SD BOJONG. Dikelas, pelajaran telah hampir dimulai. Aku dan Herdi mendapat tempat duduk jackpot. Dijuluki jackpot karna berhadapan langsung dengan meja guru dan sangat dihindari oleh para murid. Hari ini pelajaran IPA. Pak Yasin, guru kelas akan melakukan percobaan hari ini. Pak Yasin ini orang asli Parung. Orangnya agak pendek, putih dan berkumis seperti tukul. Namanya diambil dari al-Quran. Untung nyomot namanya benar, bayangkan kalau salah nyomot nama, mungkin namanya bisa jadi Pak Kafirun, Pak Annar, dan nama-nama lain yang artinya tidak bagus. Balik lagi ke ide pokok,hehe, hari ini percobaan IPA. Yaitu, Pak Yasin akan mencoba hukum tekanan dengan mengisi penuh air pada sebuah gelas belimbing, lalu menutup bagian atas gelas dengan sebuah kertas, kemudian gelas itu dibalik. Hasilnya, air di gelas tidak tumpah. Anak-anak pun tepuk tangan melihat hal itu yang sebetulnya tidaklah aneh. Tak lama, Pak Yasin dipanggil oleh kepala sekolah. Kami diberi beberapa soal untuk dikerjakan selama beliau menghadap Kepala Sekolah. Lama kami menunggu. Hingga soal yang jumlahnya 5 soal itu selesai dikerjakan, beliau tetap belum datang. Herdi yang punya insting ingin tahu yang tinggi terlihat gusar. Ia ingin mencoba percobaan tadi.
Dengan gaya kobe-nya, ia maju dan berlagak di depan kelas layaknya guru. Ia pun mencoba percobaan itu. Anak-anakpun dengan semangat keanak-anakan menyemangati Herdi untuk melakukan percobaan. Awalnya semua baik-baik saja. Tapi beberapa menit kemudian kelas hening. Sang kertas yang seharusnya tetap menempel dibibir gelas ternyata tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya. Air pun tumpah berceceran. Bagian ter-apes sobatku yang lugu itu, air tumpah diatas meja Pak Yasin yang penuh dengan kertas berkas, nilai dan lainnya. Herdi yang tadinya nyengir selebar kuda, kini diam tanpa kata kaya lagu d'massiv disertai wajah pucat sepucat buah kesemek. Segera ia membereskan meja, tapi terlambat. Pak Yasin udah ada dipintu sambil terpana melihat ulah si Herdi. Tanpa banyak bicara, si Herdi pun kena jewer. Kupingnya kini berwarna biru. Seharusnya sih merah, tapi percampuran merah jeweran dengan kulit hitamnya membuat warna baru, biru. Untung pelajaran telah selesai. Kamipun beres-beres untuk caw pulang. Inilah hebatnya orang indonesia, tetap bilang untung ditengah ke-apes-an. Untung makanan ini cuma jatuh, jadi tetap bisa dimakan, coba kalau terinjak. Untung kakinya keseleo, coba kalau patah, dan berbagai ungkapan penghibur diri lainnya.
Ditengah jalan menuju pulang aku dan yang lainnya mencoba menghibur Herdi.
"Bagus ko Her, jadi ada variasi warna dibadan kamu." kata ku bijak.
"Iya, biru itu warna yang bagus lho. Laut, biru. Langit, biru." tambah si Wati, bibinya Herdi.
Dijalan menuju rumah, kami melewati empang yang cukup panjang. Sekitar 50 meter. Biasanya kami bercanda disini dengan melemparkan batu atau tanah keras ke empang. Sehingga air menciprat ke arah teman. Disinilah bukti ke-apes-an Herdi belum berakhir. Berniat menghindari lemparan Ian, ia lari dengan terburu-buru dan terlalu pinggir. Apalagi aku yang berlari bersamaan dengannya tidak mau kalah. Sehingga kami beradu badan. Syukurlah aku menang. Herdipun hilang keseimbangan dan tercebur dengan mulus ke empang. Inilah teman yang baik, Herdi yang jatuh dibantu sambil tertawa terbahak-bahak.
"Apes nian aku." kata Herdi.
Herdipun pasrah ketika sampai dirumah mendapat bonus damprat dari emaknya karna pulang bukan membawa ilmu. Tapi malah baju berlumpur berwarna coklat dan kuping beda warna antara kanan dan kiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar