Loh …?? Kok Pangrango..??
Malam itu merupakan malam liburan terakhir karena idul adha. Aku menghabiskan hampir seharian menjaga ibuku yang harus di rawat di rumah sakit. Tak banyak yang bisa ku perbuat. Hanya duduk-duduk menemaninya. Jam menunjukan telah pukul 6 sore. Aku bergegas solat. Setelah itu pamit pulang karena ada next schedule yang telah menanti. Futsal. Yah, ku kebut motor supra ku.
Tiba di GOR, teman sudah mulai bermain dan tersenyum kecut melihat keterlambatanku. Maklum, tidak biasanya sang mega bintang dating terlambat. Hehehe. Aku hanya bisa tersenyum kecut pula. Sejam berlalu, permainan kamipun selesai. Kamipun pulang. Seperti biasanya, kami tertawa-tawa meledek yang lain sebelum pulang. Yah, salah satu ritual yang harus berlangsung jika Ngalongfc berkumpul.
Sampai rumah, teman sekampungku sudah menanti. Mereka mengajak bakar-bakar. Hitung-hitung menghabiskan daging yang didapat saat kurban. Lelah, aku menunggu di depan TV sambil tiduran. Saat tersadar, ternyata acara bakar-bakar telah selesai dan aku ditinggal sendiri oleh yang lain. Sial, pikirku. Tak dibangunkan sama sekali.
Pagi menjelang. Aku bersiap-siap. Hari ini aku akan kembali ke bandung bersama sobat buletku. Ini beneran bulet. Hehehe. Jam 10 pagi ia dating dengan MX-nya. Mengingat ini arus balik, saat kami melewati Ciawi, kami mengompas jalan. Kami melewati jalan perkampungan yang memang biasa kami lewati saat mengompas jalan. Tapa, entah kenapa di sebuah pertigaan, kami lupa belok kiri. Kami malah mengambil jalan lurus. Tak berapa lama, kami sadar bahwa itu bukanlah jalan yanh biasa kami lewati.
“kayanya kita salah”, kata ku.
“iya, gimana nih? Balik lagi?”, Tanya si Ibonk, nama sobatku itu.
“ah, ga usah. Klo jalan kaya gini tuh pasti ada tembus ke jalan raya..!” sergahku.
Kamipun melanjutkan perjalanan. Tapi, semakin kami ikuti jalan itu, semakin jarang mobil ataupun kendaraan lainnya yang melintas. Kamipun agak curiga. Ternyata benar. Saat itu kami sudah terlanjur jauh. Hingga akhirnya kami bertemu sebuah papan bertuliskan “SELAMAT DATANG DI KAWASAN KONSERVASI GN. PANGRANGO”. Kami hanya bisa menatap takjub pada tulisan itu. Terpaksa kami memutar arah. Di perjalananpun kami semp[at bebepara kali berhenti sejenak karena pegal ataupun karena hijan yang turun beberapa kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar