Selasa, 20 Oktober 2009

Ramon goes to school

Aku sudah berusia 6 tahun. Daddy pun memasukkan aku ke Sekolah Dasar dimana Mama mengajar. Aku sangat senang, sebab banyak pula dari teman bermainku yang juga masuk sekolah. Dari komplek ada Trian, cewe cantik idaman pertamaku, Khotima, sobatnya Trian, dan Januel, cowo batak berhidung mancung hingga boros dalam bernapas. Dari kampungpun ada Herdi, si lugu dan imut( item mutlak tentunya..) sobatku yang mengidam-idamkan si Khoti, Deri, cowo kutilang(kurus, tinggi, langsing) dan kemayu, Ian, cowo berwajah tam-pan korban ejekan teman-temannya, Wati, bibinya Herdi tapi seumuran yang juga imut seperti Herdi, dan Andri, dijuluki cowo dari India karena tahi lalat yang bermukim tepat diantara kedua alisnya. Untung aja cuma tahi lalat, coba kalau tahi kebo atau sapi, wah namanya mungkin bukan si india, tapi si tahi kebo, tahi sapi dan ribuan julukan lain yang indah.
Namanya juga anak-anak, hari pertama masuk kamipun berebut mendapat bangku terdepan. Ada yang datang jam 6 pagi, setelah solat subuh, bahkan yang "lebih santai", si anak yang tengah dibuai mimpi di gotong paksa oleh sang orang tua ke kelas. Walhasil, saat jam berdentang pukul 7 pagi, sang guru disuguhi bermacam-macam kondisi. Ada yang berpakaian rapi, ada yang masih pakai sarung dan tentunya ada yang masih pakai baju tidur dan masih memegang bantal kesayangan berbentuk teletubies. Berbagai macam parfumpun memenuhi ruang kelas, bau minyak wangi lah, bau iler lah, bau ini itu yang tersedia membuat sang guru menebar kamper(udah kaya ngusir bau coro dan sebangsanya aja) di setiap sudut munculnya parfum alami tersebut. Tapi, dengan sedikit nepotisme, aku mendapat tempat duduk didepan bersama Herdi. Hari itupun hanya diisi oleh perkenalan murid dengan sang guru dan murid dengan murid lainnya. Tingkah pola yang aneh banyak ditemukan saat itu. Si Ian dan Andri yang diantar orang tuanya tidak mau maju kedepan saat perkenalan dan tetap ditempat duduk, mereka tidak mau jauh dari orangtuanya yang ikut masuk kelas. Adapula yang menangis dan berbagai keluguan ataupun kepolosan yang dipertontonkan teman baru ku.
Hanya aku yang dengan begitu pede-nya memperkenalkan diri, sebab guruku yang waktu itu mengajar adalah si Mama. Kelaspun bubar saat jam menunjukan pukul 10 pagi. Aku bersama teman-teman yang tidak diantar orangtua pulang bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar